Berbicara tentang Indonesia, pada
idealnya berbicara tentang puluhan ribu pulau yang terbentang
didalamnya. Namun bagaimanapun juga, seringkali topik keindonesiaan
menjadi lebih terspesialisasi kebeberapa titik tempat. Tentang ekonomi
misalnya, pembicaraan Indonesia seolah-olah menciut menjadi
perbincangan Pulau Jawa saja. Lain lagi tentang wisata. Dalam topik itu,
Indonesia seolah identik menjadi pulau Bali semata.
Negeri yang besar wilayahnya puluhan
kali ukuran negara Jerman ini masih terkungkung pada permasalahan
ketidakmerataan pembangunan. Proses penguatan infrastruktur hanya
terjadi pada sekitar Pulau Jawa saja, atau yang lebih sering dikenal
dengan Jawasentris.
Akibatnya, banyak pulau-pulau selain
Jawa tertinggal banyak langkah dalam marathon pembangunan negeri maritim
ini. Termasuk di antaranya Pulau besar seperti Kalimantan, Sulawesi,
Sumatra, dan Papua, yang notabene menyimpan ‘harta karun’ negara yang
masih belum banyak terjamah. Dan tulisan saya kali ini akan lebih
berfokus pada pembahasan Kalimantan Timur (Kaltim) saja, yang merupakan
bagian dari Pulau Kalimantan (Borneo).
Seperti yang dikatakan dalam buku dr. Sofyan Hasdam yang berjudul Visi Kalimantan Timur 2025,
dikatakan bahwa propinsi Kaltim menempati posisi yang unik dalam
perekonomian Indonesia. Pada satu sisi, sama seperti NAD, Propinsi Riau,
dan Propinsi Papua, Propinsi Kaltim dikenal sebagai propinsi yang
‘kaya’. Disatu sisi, kaya disini bisa dimaksudkan dalam Produk Domestik
Bruto (PDRB) yang tergolong tinggi (lihat gambar).
Namun dalam sisi yang lain, ternyata
kekayaan yang dimiliki Kaltim tidak sebanding dengan tingkat
kemakmurannya. Jika dibandingkan dengan propinsi-propinsi yang ada di
sekitar Pulau Jawa, tingkat kemakmuran wilayah dan masyarakat Propinsi
Kaltim tergolong terbelakang. Dalam beberapa literatur, disebutkan bahwa
salah satu parameter tingkat kemakmuran adalah harga beras. Di
Kalimantan, harga berasnya bisa sampai dua kali lipat besarnya daripada
harga beras di Jawa. Kesenjangan antara PDRB yang tinggi dan tingkat
kemakmuran yang rendah itu tentu memerlukan perincian yang jelas.
Dalam artian yang sederhana, sebenarnya jawaban dari kesenjangan ini tidaklah terlalu sulit. Hal ini terjadi karena masih rendahnya
peran serta propinsi dan masyarakat Kaltim dalam proses pembentukan
PDRB-nya. Masyarakat Kaltim bukan hanya masih rendah dalam peran serta
sebagai penyumbang tenaga kerja, atau sebagai pemilik modal dan produsen
teknologi, melainkan terjadi pula dalam bentuk rendahnya kualitas
kepemilikan masyarakat Kaltim terhadap tanah tempat berlangsungnya
berbagai kegiatan yang membentuk PDRB tersebut.
Memang secara fisik, kegiatan semacam
proses eksploitasi minyak bumi, gas alam, batu bara, uranium, atau
bahkan usaha-usaha perkebunan besar berada persis di wilayah propinsi
Kaltim. Tetapi bila ditelusuri kepemilikannya, tanah-tanah tersebut
telah beralih kepemilikannya kepada pemerintah pusat, sehingga berstatus
tanah negara.
Apakah itu salah jika dikuasai oleh
negara? Tidak salah memang. Namun jika ditelusuri lewat perspektif
pembangunan daerah, hal ini bisa berakibat fatal. Dengan kedudukan pihak
paling berkuasa adalah pemerintah pusat, dan bukan pemerintah daerah
(apalagi masyarakat Kaltim), maka sudah tentu kenikmatan hasil beserta
pajak-pajak proses pembentukan PDRB lebih banyak dinikmati oleh
pemerintah pusat. Pemilik modal dan produsen teknologi yang bercokol
diluar Kaltim juga mendapatkan keuntungan. Wilayah dan masyarakat
Kaltim, karena peran sertanya rendah, hanya berhak mendapat bagian yang
rendah pula.
Satu pesan bung Karno yang dapat menjadi
acuan berkenaan dengan masalah ini: berhenti menjadi lahan empuk untuk
memutar kelebihan modal yang dimiliki oleh para pemilik modal asing.
Jadi, tantangan berat propinsi Kaltim dimasa depan adalah terletak
sinkronisasi kebijakan investasi dan sektor lainnya lebih rapih, serta upaya besar-besaran untuk meningkatkan peran serta propinsi dan masyarakat Kaltim dalam proses pembentukan PDRB di wilayahnya.
Kaltim memiliki
segunung harta alam yang sangat banyak. Mulai dari tanahnya, hingga
bawah tanahnya menyimpan aset yang sangat luar biasa. Bukankah sangat
ironis jika membiarkan kartu truf ekonomi masa depan Indonesia ini
habis, tanpa ada penyeimbangan infrastruktur yang mengangkat citra
Kaltim dari daerah tertinggal menjadi daerah maju?
Ada banyak pekerjaan rumah bagi semua
komponen sumber daya manusia Kaltim untuk membangun propinsinya.
Sinergisasi dan pencanangan visi dan program pembangunan antara
pemerintah Kaltim, semangat masyarakat Kaltim, dan peran kaum menengah
Kaltim (pengusaha, mahasiswa, tokoh agama, militer, guru) perlu
ditingkatkan lagi. Tanpa ada peran dari ketiganya, maka percepatan
pembangunan Kaltim hanyalah sebuah mimpi dan angan-angan belaka. Maka
menjadi tugas siapakah untuk memulainya?
NB:
Untuk kawan-kawan
pemuda sekalian, kita punya peran besar di masa depan nanti untuk
membangun pulau tempat kita dibesarkan. Bolehjadi sekarang kawan-kawan
kuliah diberbagai tempat di penjuru Indonesia atau dunia ini. Tapi
jangan lupa, mari kita membangun Kaltim dengan ilmu dan kompetensi yang
kita punya, setelah kita sukses dan mapan.
Setelah saya membaca beberapa buku dan
berdiskusi dengan beberapa pihak, ternyata planologi wilayah Kalimantan
Timur telah disiapkan sejak lama. Berikut ini adalah poin pidato
Yurnalis Ngayoh (Gubernur Kaltim 2006-2008) tentang perencanaan tata
letak Kaltim di masa depan:
- Bontang adalah kota Industri
- Kutai Barat, Kutai Timur, dan Kutai Kartanegara adalah kota lumbung sumber daya alam serta daerah aliran dana investasi
- Balikpapan sebagai kota penyediaan barang
- Samarinda sebagai kota penyediaan jasa
- Tarakan dan Nunukan sebagai gerbang negara
- Paser, Malinau, Tana Tidung, Penajam Pasir Utara, dan Berau sebagai daerah pemekaran khusus untuk pelestarian budaya Kaltim.
Jadi sebenarnya Kaltim telah memiliki
roadmap yang jelas tentang gambaran masa depannya. Dan tentu saja masa
depan ini baru dapat terwujud jika kita semua dapat menempati posisi
yang tepat pula untuk membangun ‘Banua Etam’ kita. Siapa lagi yang
memikirkan keberlanjutan pembangunan propinsi kita jika bukan kita
sendiri?
Kaltim terletak pada zona yang paling aman dari gempa di Indonesia.
Kaltim memiliki keluarbiasaan kekayaan migas, batu bara, dan uranium.
Tanah Kalimantan Timur juga sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai
lahan perkebunan. Belum lagi unsur-unsur kearifan lokal dan pariwisata
yang masih bisa di eksplor lebih jauh. Banyak lahan-lahan potensial yang
bisa digarap oleh kita semua di propinsi ini nanti. Jangan sampai, kita
tidak menjadi tuan rumah di rumah kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar